Breaking News

ICWI Minta KPK Selidiki Penambahan Jumlah Reses DPD RI

JAKARTA (14/01) || jurnalismerahputih.com - Indonesian Corrupt Workflow Investigation (ICWI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) untuk menindaklanjuti penambahan jumlah reses yang dilakukan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) masa bakti 2024-2029, yang melampaui jumlah reses Dewan 
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). 

Berdasarkan rilis keterangan tertulis singkat diterima awak media, Hal tersebut menurut perspektif ICWI, penambahan tersebut berimplikasi kepada penggunaan dana APBN yang bersumber dari pajak rakyat. 

" Apalagi di tengah kondisi fiskal negara 
yang defisit, seharusnya semua lembaga dan pejabat negara memiliki empati dan 
memberi teladan dalam membuat kebijakan anggaran," Demikian ditegaskan pendiri 
ICWI, Tommy Diansyah, di kantor KPK RI, pada hari Senin (13/01).

“ Awalnya saya membaca berita yang disampaikan mantan anggota DPD RI asal 
Aceh, Fachrul Razy, yang mengungkapkan, sekaligus mengingatkan pimpinan DPD baru, yang menambahkan jumlah reses melampaui jumlah reses DPR. Dimana menurut Fachrul Razy ada beberapa Undang-Undang yang patut diduga dilanggar,” terang Tommy. 

Ditambahkan Tommy, beberapa UU yang patut diduga dilanggar adalah UU MD3 yang mengatur bahwa masa reses DPD harus mengikuti masa reses DPR. 

Juga UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, di Pasal 3 Ayat (3), yang menyebutkan, Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia. 

Tommy juga menyinggung UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari KKN, dimana ditegaskan dalam Pasal 3 Ayat (1) bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, 
efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

“Dan perlu diingat bahwa korupsi itu kaidahnya luas, termasuk perilaku tidak mematuhi prinsip. Karena itu di dalam pemberantasan korupsi, selain menyangkut delik-delik, juga menyangkut kaidah-kaidah dalam penyelenggaraan keuangan 
negara,” imbuhnya. 

Oleh karena itu, Tommy berharap apa yang sudah disampaikan secara publik oleh 
mantan anggota DPD Fachrul Razy dapat ditindaklanjuti oleh KPK dengan 
melakukan pengumpulan bahan dan keterangan untuk kepentingan penyelidikan 
adanya kemungkinan pelanggaran hukum terhadap penyelenggaran keuangan 
negara, yang ujungnya merugikan masyarakat.

Kerugian saya sebagai pembayar pajak tentu karena APBN patut diduga terpakai 
lebih banyak akibat penambahan jumlah reses di DPD. Karena kita tahu uang reses yang diberikan secara lumsum kepada anggota DPR dan DPD cukup besar. Kalau tidak salah setiap orang menerima lebih kurang 350 juta rupiah sekali reses. Sedangkan jumlah anggota DPD sekarang 152 orang,” tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Aceh, Fachrul Razy mengaku heran dengan penambahan jumlah reses di masa persidangan terakhir dari periode keanggotaan DPD RI. 

Dirinya mengingatkan pimpinan DPD RI masa bakti 2024-2029 bahwa penambahan masa reses tersebut berpotensi menjadi masalah hukum. 

Fachrul yang menjadi anggota DPD RI dua periode sejak 2014 hingga 2024 itu mengaku sebelumnya tidak pernah terjadi masa reses yang ditambah di masa persidangan terakhir dari periode keanggotan DPD RI. Karena sesuai aturan perundangan, masa reses DPD RI harus mengikuti masa reses DPR RI. Sehingga khusus di masa persidangan terakhir, reses hanya empat kali, bukan lima kali. [red/jmp]
© Copyright 2022 - JURNALIS MERAH PUTIH