Breaking News

JAM-Pidum Setujui 12 Restorative Justice, Salah Satu Perkara Pencurian di Mimika

JAKARTA (19/05) || jurnalismerahputih.com - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 12 (dua belas) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme restorative justice (keadilan restoratif) pada Senin 19 Mei 2025.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Roni Dimbau dari Kejaksaan Negeri Mimika yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Kronologi bermula pada hari Senin, 23 Desember 2024, sekitar pukul 20.00 WIT, telah terjadi dugaan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh Tersangka Roni Dimbau di Jl. Pendidikan, depan TK Yosua (samping SMPN 2 Pangkalan Mabes Moker), Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah.

Peristiwa berawal ketika Saksi Abd Rauf Mahmud meminjam sepeda motor milik Saksi Korban Musariah, yaitu 1 (satu) unit Honda Beat Street warna hitam dengan Nomor Polisi PA 3125 HH, Nomor Rangka MH1JM821XNK669640, dan Nomor Mesin JM82E1667769, untuk keperluan pergi minum kopi. Sepeda motor tersebut diparkir di depan TK Yosua dalam keadaan kunci masih tergantung di kendaraan.

Pada saat bersamaan, Tersangka Roni Dimbau sedang berjalan menyusuri Jl. Pendidikan dan melihat sepeda motor yang terparkir dengan kunci masih menempel. 

Melihat kondisi sekitar yang aman, Tersangka berpura-pura duduk di atas motor tersebut, dan setelah merasa yakin, langsung membawa kabur sepeda motor tanpa izin atau sepengetahuan pemiliknya ke arah Jl. Jayanti.

Tersangka kemudian melakukan modifikasi terhadap sepeda motor hasil curian yaitu mengganti warna cover jok motor, mengubah plat nomor kendaraan dan mengganti sistem starter motor dari menggunakan kunci menjadi sambungan kabel langsung (kunci palsu)

Setelah dilakukan penyelidikan, pada tanggal 26 Februari 2025, Tersangka berhasil diamankan oleh Saksi Ali Sanda dan Saksi Abdul Rashad. Saat ditangkap, ditemukan bahwa motor yang berada dalam penguasaan Tersangka adalah milik Saksi Korban Musariah, yang dapat dibuktikan melalui pencocokan Nomor Rangka dan Nomor Mesin Sesuai dengan dokumen BPKB dan STNK milik korban.

Akibat perbuatan Tersangka, Saksi Korban Musariah mengalami kerugian material, karena harus mengganti kembali warna cover jok ke kondisi semula, membuat plat nomor baru dan memperbaiki sistem kunci motor yang telah dirusak

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Mimika, Conny Novita Sahetapy Engel, S.H., M.H., Kasi Pidum Maria Pterona Dity Justitia Marsella, S.H. serta Jaksa Fasilitator Evan Timotius Simon, S.H. serta menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Lalu Saksi Korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka dihentikan tanpa syarat.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Mimika mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Hendrizal Husin, S.H., M.H

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 19 Mei 2025.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 11 (sebelas) perkara lain yaitu:
Tersangka Rusman dari Kejaksaan Negeri Jayapura, yang disangka melanggar Pasal 385 Ayat (4) KUHP tentang Penyerobotan Tanah.

Tersangka M.Irsad alias Irsad dari Kejaksaan Negeri Mamasa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka I Made Ardana Alias AR dari Kejaksaan Negeri Banggai, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Matius Damalero alias Matius dari Kejaksaan Negeri Sumba Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka I Ruhansah Als Ancah bin Abdul Kadir (Alm) dan Tersangka II M. Rizki Yani als Miming bin Aliansyah dari Kejaksaan Negeri Balangan, yang disangka melanggar Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan

Tersangka Ifah Yusra binti M Saleh dari Kejaksaan Negeri Pidie Jaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan

Tersangka Rizal Syarial bin Aljabard dari Kejaksaan Negeri Pidie Jaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan

Tersangka I Putu Aldi Satria Pratama dari Kejaksaan Negeri Buleleng, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Mukhtia Caandra Utami Pgl Mutia dari Cabang Kejaksaan Negeri Payakumbuh di Suliki, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP atau Pasal 56 Ke-1 KUHP atau Pasal 480 Ke-1 KUHP atau Pasal 480 Ke-2 KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Alex Reinaldi Eben Ezer Simorangkir dari Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara, yang disangka melanggar Pasal 2 Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 jo. Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.

Tersangka Dimas Heriyanto dari Kejaksaan Negeri Batubara, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan. 

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.

[red/jmp]
© Copyright 2022 - JURNALIS MERAH PUTIH