Breaking News

Front Advokat Rakyat PASIGALA Somasi Kejati Akibat Dugaan Menerima CSR Bank Sulteng, Agussalim SH : Ada 4 Point Kita Somasi !

SULAWESI TENGAH (02/10) || jurnalismerahputih.com - Front Advokat Rakyat Pasigala menyomasi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah akibat menerima dana CSR (corporate social responsibility) dari PT Bank Sulteng. 


Ada empat (4) point yang disomasi FARP dan LBH Sulteng. Keempatnya adalah rincian pencairan dana CSR ke lembaga hukum yang kantor cukup megah di Jalan Samratulangi Palu. 


Somasi FARP tersebut, ditandatangani Agussalim SH sebagai ketua dan Direktur LBH Sulteng Yulyaner Aditia Warman SH tertanggal 03 Oktober 2023.


‘’ Iya ada empat (4) point kita somasi rincian penerimaan CSR ke Kejati. Kami rincikan. Baik jumlah atau nilai uang yang diterima Kejati dengan tanggal pencairan,’’ jelas Agussalim SH menegaskan. Demikian kata praktisi hukum tersebut menyampaikan kala dihubungi awak media via hubungan selular, Senin (02/10/2023)


Sesuai data FARP dan LBH Sulteng CSR yang telah diterima Kejati sebesar Rp1,176 miliar. Bukan Rp1,4 miliar. Olehnya, FARP dan LBH Sulteng meminta Kejati mengembalikan dana tersebut, dan siap dilaporkan ke Kejagung dan digugat secara class action, tambah Agus dalam keterangannya.

Sebelumnya, CSR atau tanggungjawab sosial sebuah perusahaan. Wajib sesuai undang-undang. Diberikan perusahaan pada masyarakat sekitar atau pihak lain yang memiliki program yang bermanfaat. Bila tidak bermanfaat secara langsung tentu tidak diperbolehkan.

Berdasarkan peraturan UU PT dan PP 47/2012 menyatakan bahwa besaran dana CSR adalah tidak spesifik, sesuai dengan kebijakan perusahaan.

Praktisi hukum, Agussalim SH berpandangan bahwa Kejati menerima SCR sangat berbahaya dan cilaka. Begini analisanya; pertama; bila benar nomer surat permohonan permintaan CSR dilakukan secara resmi oleh Kejati maka dapat dikatagorikan gratfikasi. Dan si pemberi tidak akan terlibat. Karena ada surat resmi.

Kedua; apabila dana CSR Rp1,4 miliar diterima dan tidak dibelanjakan sebagaimana permohonan dapat dijerat korupsi, dan gratifikasi. Hal itu apabila belanja mobiler menggunakan dana tambahan akhir tahun 2022 yang diusulkan dari LOAN (hutang RI). Patut pula diduga kegiatan belanja mobiler menggunakan dua sumber dana. Ini dapat dibuktikan oleh auditor BPK RI. Hasil badan pemeriksa dapat dijadikan dalil proses hukum selanjutnya.

Ketiga; penerimaan CSR tersebut dapat diuji dengan gugatan Class Action kepada para pihak. Yaitu Kajagung RI, Kejati Sulteng dan dapat pula PT Bank Sulteng. 

Sementara non litigasinya masyarakat dapat unjuk rasa mempertanyakan hal itu ke pihak terkait, beber Agussalim SH.


Perlu diketahui, penduduk Sulteng yang mencapai sebesar 3,2 juta jiwa. Ada 1,9 juta jiwa penduduk usia produktif. Usia produktif itu semestinya yang diutamakan memperoleh sosial responsibility perusahaan dalam rangka mendukung Sulteng Maju dengan Gerak Cepat sebagaimana Visi Gubernur Rusdy Mastura.

Nah, apabila CSR Rp1,4 miliar Bank Sulteng tak ‘direbut’ Kejati guna pembelian mobiler dan sejenisnya, maka ada berapa UMKM dapat diberdayakan dengan dana itu ? Ada berapa jiwa yang dapat ditolong akibat kemiskinan ekstrem? Ada berapa ibu yang diselamatkan anaknya dari stunting?


Lantaran itu, apabila sinyalemen sesuai surat permohonan permintaan CSR untuk pengadaan mobiler gedung megah di Jalan Sam Ratulangi itu benar, maka wajib rakyat Sulteng meminta pihak Kejagung mengembalikan atau mengusut secara terang benderang dugaan gratifikasi dan korupsi.


Sebelumnya, warga mempertanyakan PT Bank Sulteng memberikan CSR ke Kejaksaan Tinggi Sulteng sebesar Rp1,4 miliar. Adalah Advokat Rakyat Internasional Agus Salim SH, dilansir sedari media Harian Mercusuar. Dalam berita tersebut jelas, permintaan CSR Kejati Sulteng berdasarkan permohonan dengan lengkap nomer suratnya.


Menarik bila diikuti jejak digital sekaitan dengan ‘pemberian CSR bank milik pemerintah ke Kejati dengan alasan membiayai mobiler kantor’ yang kini sangat mentereng terbaik di tengah provinsi Sulawesi itu.


Kantor Kejati dinyatakan tidak layak akibat dampak bencana alam 7,4 SR 28 September 2018. Pihak Kementerian PU pun membangun kantor penegak hukum itu. Dikerjakan BUMN ternama Waskita Karya. Selama dibangun, seluruh aparat baju coklat berkantor di Gedung Waskita milik Pemprov Sulteng di Jalan Moh Yamin Palu.


Pada akhir tahun (2022) ada usulan tambahan anggaran untuk pembelian mobiler dan lainnya. Nilainya sekira Rp1,6 miliar. Sayang sumber tidak memastikan apakah dana tambahan itu digunakan secara pasti atau tidak untuk pengadaan mobiler Kejati.


Di tahun sekira 2021, Kejati sedang menyelidiki beberapa dugaan kasus hukum PT Bank Sulteng.


Bahkan sekarang, sudah beberapa bulan mantan Dirut Bank Sulteng kejeblos di sel LP Maesa dengan tuduhan memperkaya orang lain akibat kebijakannya. [red/jmp/kailipost.com]
© Copyright 2022 - JURNALIS MERAH PUTIH