Breaking News

JAM-Pidum Setujui Restorative Justice, Perkara KDRT di Tabanan

JAKARTA (28/05) || jurnalismerahputih.com - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 1 (satu) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Rabu, 28 Mei 2025.

Adapun perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka I Made Mariyanto als Dek Toi dari Kejaksaan Negeri Tabanan yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Subsidair Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pengapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka merupakan suami dari Korban Putu Putri Anggreni berdasarkan Kutipan Akta Perkawinan Nomor: 5102-KW-28112017-0006 tanggal 28 November 2017. 

Kronologi berawal pada hari Sabtu tanggal 1 Desember 2024 sekira jam 05.00 WITA Tersangka mengambil HP milik Korban Putu Putri Anggreni, kemudian Tersangka membuka WhatsApp di Handphone milik korban Putu Putri Anggreni dimana Tersangka menemukan pesan dari seseorang yang tidak dikenal yang menyebabkan Tersangka tersulut emosi dan cemburu.

Setelah Tersangka selesai bekerja, Tersangka mengajak Korban untuk bertemu di depan warung lalapan Lamongan Sari 2 yang beralamat di jalan Bay Pass Ir. Sukarno, Br. Dauh Pala. Ds. Dauh Peken, Kec./Kab. Tabanan kemudian Tersangka dan Korban sempat beradu mulut terkait ditemukannya pesan dari orang yang tidak dikenal di handphone Korban.

Lalu, karena Tersangka sangat emosi, Tersangka membanting HP milik Korban dan memukul Korban dengan menggunakan tangan terkepal sebanyak 2 (dua) kali mengenai bibir sebelah kanan Korban, kemudian datang penjual lalapan Lamongan Sari 2 untuk melerai Tersangka dan Korban.

Bahwa berdasarkan hasil Visum Et Repertum Nomor: 370/002/25 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Putu Utamia Suma Masyuni, S.Ked yakni dokter pada Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan pada tanggal 8 Januari 2025 atas nama Putu Putri Anggreni dengan kesimpulan luka lecet dan bengkak pada bibir atas, luka memar dan bengkak pada bibir bawah yang diakibatkan oleh kekerasan tumpul.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Rokan Hulu Zainur Arifin Syah, S.H., M.H. dan Kasi Pidum Ngurah Wahyu Resta, S.H., M.Kn. serta Jaksa Fasilitator Mayang Tari, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Lalu Saksi Korban meminta agar proses hukum yang dijalani oleh Tersangka selaku suaminya sendiri untuk dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Tabanan mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Dr. Ketut Sumedana, S.H., M.H.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Bali sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Rabu, 28 Mei 2025.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan Korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.

“Kepala Kejaksaan Negeri Tabanan dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.

[Red/Jmp]
© Copyright 2022 - JURNALIS MERAH PUTIH