JAKARTA (02/06) || Jurnalismerahputih.com - Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja (KSP-PB) yang beranggotakan 67 serikat pekerja tingkat nasional dan organisasi kerakyatan lainnya dengan jumlah anggota dan keluarganya sekitar 10 juta tersebar di 38 provinsi dan 493 kab/kota berencana melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara dan DPR RI, besok, Selasa 3 Juni 2025.
Aksi ini akan diikuti sekitar 3.000 orang yang terdiri dari pensiunan PT Pos Indonesia, mitra pos, karyawan aktif, anggota Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Partai Buruh, dan Koalisi Serikat Pekerja (KSP-PB). Aksi akan dimulai pukul 10.00 WIB dari depan Kantor Kementerian BUMN, dilanjutkan ke Istana Negara hingga pukul 13.00, kemudian massa akan bergerak ke Gedung DPR RI.
Aksi ini membawa empat tuntutan utama sebagai respons atas berbagai kebijakan yang dinilai merugikan pekerja dan pensiunan PT Pos Indonesia.
Pertama, tolak penghapusan sumbangan dan tunjangan pensiunan PT Pos Indonesia. Tunjangan pensiunan adalah hak dasar yang selama ini diberikan sebagai bentuk penghargaan atas pengabdian panjang para pensiunan. Penghapusan sumbangan ini akan berdampak serius terhadap kesejahteraan mereka di masa tua.
"Negara dan BUMN tidak boleh mengkhianati jasa para pensiunan. Menghapus tunjangan mereka sama saja dengan menelantarkan orang-orang yang telah membangun fondasi layanan pos nasional selama puluhan tahun," tegas Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal.
Kedua, angkat perbudakan mitra Pos menjadi karyawan langsung PT Pos Indonesia. Sistem kemitraan yang diterapkan oleh PT Pos Indonesia selama ini menciptakan hubungan kerja yang eksploitatif. Mitra pos diwajibkan bekerja hingga melebihi waktu normal, memenuhi target, namun tidak mendapatkan kepastian kerja, perlindungan jaminan sosial, dan upah layak.
"
Istilah 'mitra' hanyalah kamuflase. Faktanya, mereka bekerja seperti karyawan tetap namun tidak mendapatkan hak-hak dasar pekerja. Ini adalah bentuk modern dari perbudakan kerja yang dilegalkan. Kami menuntut mereka diangkat sebagai pekerja tetap dengan perlindungan yang setara," ujar Said Iqbal.
Sistem ini juga bertentangan dengan prinsip kerja layak dan Pasal 27 UUD 1945 yang menjamin setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Ketiga, tolak kenaikan iuran dan KRIS BPJS Kesehatan. Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya beban ekonomi rakyat tanpa jaminan peningkatan mutu layanan.
"Pemerintah seharusnya memperbaiki layanan dan memperluas cakupan manfaat BPJS Kesehatan, bukan justru membebani rakyat dengan kenaikan iuran dan sistem KRIS yang belum jelas kualitas dan keadilannya. Kesehatan adalah hak, bukan komoditas," jelas Said Iqbal.
Penolakan ini juga didasari pada fakta bahwa banyak fasilitas kesehatan belum siap menerapkan KRIS secara adil dan merata. Akibatnya, akan terjadi diskriminasi layanan terhadap peserta kelas bawah.
Keempat, stop PHK massal - Hapus Sistem Outsourcing. Maraknya PHK dan praktik outsourcing membuat posisi pekerja semakin rentan dan tidak berdaya di hadapan perusahaan. Banyak pekerja kehilangan pekerjaan secara sepihak tanpa kompensasi yang layak.
Menurut Said Iqbal, "Outsourcing menciptakan pekerja kelas dua yang selalu hidup dalam ketidakpastian. Kami menuntut diakhirinya praktik ini dan mendesak pemerintah untuk menjamin kepastian kerja serta perlindungan bagi seluruh pekerja." Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam peringatan May Day 2025 yang lalu.
Aksi ini menjadi simbol perlawanan kolektif terhadap ketidakadilan struktural yang dirasakan para pekerja di sektor BUMN, khususnya PT Pos Indonesia. Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja menegaskan bahwa perjuangan ini adalah bagian dari upaya menegakkan konstitusi dan mewujudkan kerja layak untuk semua.
[red/jmp]
Social Header