Penulis : Salamuddin Daeng
Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)
JAKARTA (16/06) || jurnalismerahputih.com - Pertamina baru saja mengumumkan laporan keuangannya, namun ada sedikit anomali dalam laporan keuangan Pertamina tahun 2024 tersebut. Anomali ini mungkin sering terjadi namun jarang diperiksa atau dipertanyakkan. Sekarang mungkin akan dipertanyakkan setelah Pertamina menginduk kepada Badan Operasional Danantara, lembaga baru yang dibuat Presiden Prabowo Subianto.
Apa anomali dalam laporan keuangan Pertamina tersebut? Laba bersih Pertamina turun, penjualan juga turun. Akan tetapi sebaliknya beban pokok penjualan naik. Seharusnya jika penjualan turun maka beban pokon juga turun, mengingat Pertamina melakukan impor sebagian besar BBM yang dijual di dalam negeri. Karena beban pokok sebagian besar dikontribusikan oleh volume penjualan.
Sebagaimana laporan keuangan disebutkan bahwa laba bersih perusahaan BUMN migas tersebut turun dari 4,36 miliar dollar turun menjadi 3,21 miliar dollar. Atau turun 1,1 miliar dollar. Angka penurunan yang cukup besar yakni mencapai 16 triliun atau turun 25 persen lebih.
Padahal penjualan atau revenue perusahaan turun dari 75,8 menjadi 75,3 miliar dollar turun 500 juta dollar. Sebagian besar pendapatan Pertamina tersebut dikontribusikan oleh penjualan dalam negeri yakni penjualan minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi dan dan produk minyak lainnya yang dilaporkan menurun dari 53,81 miliar dollar menjadi 53,03 miliar dollar.
Uniknya beban pokok penjualan naik dari 63,4 miliar dolar menjadi 65,3 atau naik 2,1 miliar dolar. Belum diketahui atau belum ada gambaran dari mana sumber peningkatan beban pokok penjualan yang meningkat cukup besar tersebut, yakni mencapai 34,7 triliunan rupiah tersebut.
Adanya keinginan Presiden Prabowo melalui Danantara untuk mengkosentrasikan seluruh keuntungan BUMN ke dalam Danantara dapat diduga sebagai penyebab penurunnya keuntungan Pertamina. Namun dugaan ini perlu pemeriksaan lebih jauh oleh tim keuangan Danantara bekerja sama dengan direksi keuangan Pertamina.
Kecurigaan ini cukup beralasan mengingat sepanjang Tahun 2024 harga minyak mentah dan produk minyak relatif menurun dan rendah. Sejak Januari sampai Agustus harga minyak berada dibawah 80 dolar per barel. Bahkan sejak September Tahun 2024 harga minyak berada di bawah 70 dolar per barel sampai dengan Desember 2024. Harga minyak dan produk minyak adalah penentu biaya pokok Pertamina yang harus menjadi perhatian Danantara Ke depan.
[red/jmp]
Social Header