Breaking News

Direktur TP Oharda pada JAM PIDUM Menyetujui 24 Pengajuan Penghentian Penuntutan Restorative Justice

JAKARTA (15/05) || jurnalismerahputih.com - Pada hari rabu 15 Mei 2024, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (TP Oharda) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM PIDUM) Nanang Ibrahim Soleh, S.H., M.H. memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 24 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
Tersangka Rolliks Dendrik Lahengking alias Oli dari Kejaksaan Negeri Minahasa Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Winda Natalia Lepa dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

Tersangka Abdul Thalib Hasan alias Thalib dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Jufril alias Jufu dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Tersangka Moh. Sakti alias Tio dari Cabang Kejaksaan Negeri Morowali di Kolonodale, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Sudirman bin Abdul Kadir dari Kejaksaan Negeri Pasangkayu, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 

Tersangka Zulfiawan, Skm, S.Farm, M. Biomed bin Supran dari Kejaksaan Negeri Pangkalpinang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Netty Herawaty als Netty anak dari Welly Susanto dari Kejaksaan Negeri Belitung, yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Rian Saputra bin Sukiya dari Kejaksaan Negeri Belitung, yang disangka melanggar Pasal 363 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan atau Pasal 362 KUHP tentang Pencurian

Tersangka Hermawan bin Bawon dari Kejaksaan Negeri Jember, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka Manan bin (Alm.) Rahmad dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Suyatno bin (Alm.) Suprat dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Tersangka M. Khoirul Anam dari Kejaksaan Negeri Kota Malang, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka Samsul Arifin bin Sakaroni H. dari Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan, yang disangka melanggar Kesatu Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan jo. Pasal 64 KUHP atau Kedua Pasal 362 KUHP tentang Pencurian jo. Pasal 64 KUHP.

Tersangka Marshall Putra Qristyo dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Suwarno bin Sallim dari Kejaksaan Negeri Situbondo, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP, Pasal 376 KUHP tentang Penggelapan jo. Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga.

Tersangka M. Ainur Rudin bin Marno dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Ade Julian bin Abdul Mutolip dari Kejaksaan Negeri Banyuasin, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Anton Supriadi Kohar bin Jumbuk dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Tersangka Jonh Heri Bin Pauzi dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka Oktadino alias Dino bin Bayumi dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Hironima Katharina Assan alias Ratna dari Kejaksaan Negeri Flores Timur, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Tersangka Tandi Pare dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka I Miftah Yufian Istiqomah binti Imam Wahyudi dan Tersangka II Nia Abelya Salsabila binti Imam Wahyudi dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Probolinggo, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan o. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.

Sementara berkas perkara atas nama Tersangka Umar, S.E. dari Kejaksaan Negeri Takalar yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. 

Hal ini dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka, bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Lebih lanjut, Direktur Tindak Pidana Oharda memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. [red/jmp]
© Copyright 2022 - JURNALIS MERAH PUTIH