Breaking News

Fantastis Memukau, Ruang Garasi Tampilkan Pameran Rupa 'Weruh'

JAKARTA (29/06) || jurnalismerahputih.com - Di pertengahan tahun 2024, tepatnya penghujung bulan juni telah dilangsungkan fantastis dan memukau para tetamu yang hadir melirik di ruang Garasi yang menampilkan Pameran Rupa 'Weruh'.

Adapun, acara pameran seni rupa bertajuk "Weruh", yang mana saat sesi pembukaan pameran pada hari sabtu (29/06) diselenggarakan mengambil tempat di Ruang Garasi. Jl. Gandaria IV, no.2, Kramat Pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Jakarta 

Ditampilkan di pameran seni rupa, karya 3 orang perupa Perempuan berdarah kebangsaan Indoesia, yakni Edya Asmara, Sari Koeswoyo, Teti Tresnasari dengan kurator Mayek Prayitno dilangsungkan pada 29 Juni hingga 13 Juli 2024 tersebut digawangi oleh Sdri. KaNA Fuddy Prakoso selaku Direktur Ruang Garasi

Ungkap Mayek Prayitno katakan," Sedari ketiga (3) orang perupa ini, merumuskan 'weruh' (red: mengetahui, tahu sesuatu)," ujarnya.

Hal tersebut, lanjut Kurator Mayek Prayitno menjelaskan lantaran keterlibatan dalam spiritualitas sedari sesuatu yang di luar nalar, laksana Ilham, atau wangsit yang muncul setiba tiba muncul dalam pikiran dan di aplikasikan dalam karya seni.

" Weruh itu merasakan kena sesuatu itu. baik gagasan, jiwa, roh," terangnya

Perupa Teti Tresnasari sampaikan, corat coret yang mana 'my dancing soul' melalui goresan baik berdasarkan bentuk dan warna.

Bagi dirinya, masing masing membawa pesan tersendiri. Seni adalah menikmati dengan pesan dan gaya masing masing.

'Weruh' ada nya energi yang bergerak, dimana mengambil alat tulis dan kertas kemudian mengalir, hampir selesai akan berjalan. Energi frekuensi fibrasi, yang mana jiwa saya yang menarik. 

" Saat membuka wawasan dan 'insight' baru atas judgement sesuatu akan batal. yang mana, info bisa diterima dari mana saja. Sebenarnya, kita bisa memprediksi,, bukan melihat. ini, artinya 'grounding'," ujar Teti Tresnasari.

Sementara, perupa Edya Asmara mengutarakan karya karya di sini bersinggungan, dimana kepada diri kita (red: manusia) yang mana mengaplikasikan diri dan ramah kepada bumi. berupa pengendalian diri, introspeksi diri, dan perbaikan diri segala macam.

Semisalnya, kemuka Edya Asmara seraya memperlihatkan lukisan berukuran 50 x 50 cm sedari bahan plastik kresek dan cat acrylic melukiskan bentuk 'batara guru'.

Yang mana, lanjutnya menjelaskan kesadaran, Batara Guru, itu bentuk kesadaran manusia 'tanpa ego'. paling sederhana, dimana kita (red: manusia) tidak menyebalkan bagi orang lain.

Ada juga, karya rupa kreasi Edya Asmara yang terinspirasi sedari candi Borobudur, dimana kelima (5) wanita ini sehabis mendengar cerita, yang mana sehabis mendengarkan akan memperoleh daya tangkap yang berbeda, ada yang menerima, ada yang menasehati dan ada yang hanya menertawai saja, dan ada yang hanya mendengarkan saja. kelima (5) nya tidak ada kesalahan

Setiap perbuatan, ada resiko, watak ada di dalam diri manusia yang kesemuanya memiliki proses. dimana, manusia tidak hanya berada di titik kesadaran yang mana mesti menempatkan diri, dan ada kesabaran serta kontrol.

Di ruang pameran, nampak hasil karya Edya Asmara yang memanfaatkan bahan sedari limbah, lantaran pernah memiliki workshop limbah plastik yang mengeksplorasi bahan recycle, untuk digunakan sebagai karya seni, dimana kepedulian terhadap lingkungan tinggi. dalam memproses tersebut, di setrika dan dijadikan selembar dan di sketsa dan di cat serta dibolongi kemudian di warnai dengan detail

Sementara, Sari Koeswoyo mengaktualisasikan lukisan bertema 'Ibu sedang Lara' di dinding setinggi 5 meter dengan lebar 6 meter menyerupai karya mural melukiskan batara guru yang nampak siap menerkam yang mana ada seorang sosok perempuan (Red : Ibu Pertiwi) bersandar di Batang Pohon yang mengakar menjulang dililitkan seekor naga berwarna Hijau mengenakan mahkota berwana keemasan 

Hal tersebut, nampak dari lukisan visualisasi, wayang yang tidak pada sebagaimana mestinya (lakon) melihat kondisi sosial politik sudah kacau (kekuasaan) itu 'out of control'

Weruh
Sesuatu yang muncul dalam pikiran dan mengarahkan seseorang itu dalam konteks ini disebut sebagai 'weruh' sebuah pengetahuan yang melintas dsn memberi dorongan seseorang untuk menduga atau berasumsi terhadap sesuatu.

Mayek Prayitno, menyebutkan 'Weruh' dari bahasa Jawa yang berkonotasi sebagai sesuatu muncul di dalam pikiran dan mengarahkan seseorang atau sebuah pengetahuan yang melintas dan memberi dorongan seseorang menduga atau berasumsi terhadap sesuatu.

Sementara,bFilsafat Kant menjabarkan "Weruh" sebagai transenden. Bahwa manusia memiliki kesadaran di dalam dirinya sendiri sebelum bertemu dengan pengalaman empirik. Ada hal yang tidak selalu ditangkap oleh panca indera. 

Lantaran itu, Immanuel Kant membelah realitas menjadi dua hal, Fenomena dan Noumena. Fenomena adalah yang tampak atau material, sementara Noumena tidak lain adalah dibalik yang tampak atau - transenden, kekayaan batin individu yang misterius. 

Sesuatu yang transenden dalam batin seseorang inilah dianggap sebagai "Weruh" dalam pameran ini. [red/jmp]












© Copyright 2022 - JURNALIS MERAH PUTIH