Breaking News

Captain Hakeng ‘Sentil Riau’: Mengungkap Warisan Maritim yang Terlupakan


JAKARTA (02/06) || jurnalismerahputih.com - Pengembangan ekonomi berbasis maritim di Provinsi Riau kembali menjadi sorotan setelah berbagai pihak mengusulkan pentingnya menghidupkan kembali warisan pemikiran Brigjen TNI (Purn) H. Saleh Djasit, Gubernur Riau periode 1998–2003, yang pernah mencetuskan gagasan besar bertajuk Visi Riau 2020. Menurut DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.H., M.Mar, pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC) ini, Riau memiliki potensi luar biasa yang selama ini belum dioptimalkan secara sistemik dan berkelanjutan.

“Pengembangan kekuatan ekonomi Riau dari sisi maritim merupakan peluang strategis yang belum sepenuhnya dioptimalkan. Sebagai salah satu Provinsi dengan garis pantai yang Panjang di Indonesia, kedekatan geografis dengan Selat Malaka, serta keberadaan wilayah pesisir yang luas, Riau memiliki modal dasar untuk menjadikan laut sebagai pusat pertumbuhan ekonomi,” ujar DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.Mar, di Jakarta (02/06/2025).

Ia menambahkan bahwa sektor-sektor seperti perikanan, pariwisata bahari, perkapalan, dan transportasi laut menawarkan ruang ekspansi ekonomi yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, visi Saleh Djasit tentang pembangunan Riau berbasis maritim bukan hanya progresif, tetapi juga visioner. Dituturkan pula olehnya bahwa Visi Riau 2020 yang dicetuskan olehnya menempatkan Laut Selat Lalang sebagai pusat konektivitas dan distribusi regional melalui konsep Integrated Maritime Economy. 

“Gagasan tersebut mengintegrasikan pelabuhan, kawasan industri, dan jalur distribusi dalam satu sistem logistik laut yang terpadu. Wilayah-wilayah pesisir seperti Dumai, Bengkalis, Siak, Pelalawan, dan Indragiri Hulu dirancang sebagai simpul-simpul ekonomi yang saling terhubung,” tutur Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa seraya menekankan bahwa pendekatan teknokratis dalam visi ini merupakan keunggulan tersendiri. 

Saleh Djasit menggandeng konsultan asing dan perusahaan besar seperti Caltex Pacific Indonesia (CPI) untuk merancang perencanaan yang berbasis data dan sains. “Lebih dari satu juta dolar AS diinvestasikan untuk studi kelayakan. Ini menunjukkan bahwa beliau sangat serius dalam membangun fondasi ekonomi maritim yang kokoh,” jelas Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa.

Namun demikian, dinamika politik dan lemahnya kelembagaan membuat proyek ini tidak berlanjut setelah masa jabatannya berakhir. Menurut Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, ketiadaan policy legacy yang terstruktur menyebabkan proyek tersebut tidak memiliki kesinambungan. 

" Dalam kebijakan publik, ini disebut lemahnya institutional memory. Ketika kebijakan bergantung pada figur, bukan sistem, maka kesinambungan pembangunan menjadi rapuh,” katanya.

Ditambahkan olehnya bahwa kini seiring meningkatnya urgensi pembangunan infrastruktur dermaga di Buruk Bakul dan kawasan pesisir lainnya, warisan pemikiran tersebut harusnya kembali mendapat perhatian. Dengan kehadiran pemimpin muda visioner bagi Riau dalam figur Gubernur terpilih Bapak H. Abdul Wahid, M.Si., diharapkan akan menelurkan Konsep yang bisa mengaktualisasi Visi Riau 2020 bahkan dapat ditingkatkan konsepnya menjadi menjadi Riau Maritime Corridor—sebuah jaringan ekonomi maritim yang mendukung ekonomi biru (blue economy), pelabuhan ramah lingkungan (green port development), dan adaptasi terhadap perubahan iklim.


“Saya berharap banyak kepada sosok Pemimpin baru di Provinsi Riau ini. Sosok Anak Muda dengan semangat serta pemikiran yang luar biasa. Karena dengan menempatkan laut sebagai medium utama distribusi, efisiensi logistik akan meningkat, biaya produksi menurun, dan daya saing produk lokal terdongkrak,” tegas Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa. Ia menambahkan, Riau memiliki semua komponen untuk menjadi maritime logistics cluster yang tangguh dan mampu bersaing dengan kawasan industri di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Untuk mencapai tujuan tersebut, tambah Capt. Hakeng, pembangunan infrastruktur pelabuhan di Riau harus mengikuti pendekatan Port Connectivity and Integrated Maritime Development. Pelabuhan strategis seperti Dumai, Tanjung Buton, Pelabuhan RAPP Futong, dan Kuala Enok perlu diintegrasikan dalam satu sistem ekosistem logistik laut. 

Menurut Capt. Marcellus Hakeng, sinergi lintas sektor, dukungan regulasi, dan perencanaan spasial yang berbasis kajian kelautan adalah kunci utama keberhasilan.

“Lebih dari itu, konektivitas maritim yang efisien akan memperkuat posisi Riau dalam rantai pasok nasional dan internasional. Ini akan menjadikannya simpul logistik utama di wilayah barat Indonesia,” imbuh Capt. Marcellus Hakeng seraya menekankan bahwa revitalisasi visi maritim Saleh Djasit oleh Gubernur Abdul Wahid, bukan sekadar penghormatan simbolik. 

" Ini tentang membangun masa depan. Warisan ini perlu diwujudkan dalam proyek konkret dan terukur. Tidak ada waktu yang lebih tepat dari sekarang,” ujarnya.

Capt. Marcellus Hakeng mendorong agar pemerintah daerah, pemerintah pusat, sektor swasta, dan akademisi bersatu untuk membangun kembali fondasi maritim Riau. Dalam era ketika dunia menyoroti potensi blue economy, inisiatif seperti Riau Maritime Corridor adalah jawaban nyata bagi transformasi ekonomi yang berkelanjutan.

“Laut adalah masa depan. Riau punya semua syarat untuk menjadi pusat kekuatan ekonomi berbasis maritim. Yang dibutuhkan sekarang hanyalah kemauan politik dan komitmen kolektif untuk mewujudkannya ini,” ujar Capt. Marcellus Hakeng, seraya mengingatkan bahwa dengan momentum yang tepat dan dukungan lintas sektor, Riau berpeluang menjadi poros ekonomi laut yang tidak hanya melayani kepentingan lokal dan nasional, tetapi juga strategis di kawasan Asia Tenggara.

[red/jmp]
© Copyright 2022 - JURNALIS MERAH PUTIH