Breaking News

Politik Dinasti dan Politik Pencuci Dosa Penculik Itu Harus Dilawan

 JAKARTA (23/10) || jurnalismerahputih.com - “ Ya jelas harus ditemukan. Bisa ditemukan hidup, bisa ditemukan meninggal, harus jelas. Tentang nanti ada sebuah rekonsiliasi dari fakta-fakta ya tidak soal. Tapi harus jelas, masa sekian lama belum jelas yang 13 orang hilang itu,” kata Jokowi di Media Center Jalan Sukabumi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin 9 Juni 2014.


Pernyataan sang capres ini begitu memikat para eks PRD dan penggiat Ham, mantan aktivis dan aktivis pada waktu itu. Jokowi saat itu dianggap membawa angin segar dalam penuntasan kasus pelanggaran ham, berbeda dengan era pilpres sebelumnya, tak ada kandidat selugas dia ingin mencari dan menuntaskan korban penculikan. Mereka menganggap Jokowi tidak sekedar janji, tapi menunjukan empati.

Ketika ditanya oleh Lexy Rambadeta (creator video), bagaimana dia akan mencari sang penyair itu  ketika nantinya menjadi presiden ? Jokowi saat tahun 2014 itu menjawab,” Ya dicari biar jelas. Mbak Pon temen baik, anaknya temen baik saya." Itulah yang membuat Mbak Pon istri Wiji Thukul terkesan dengan sosok mantan tukang kayu yang pemberani dan dianggap mampu akan menemukan keberadaan suaminya.

Makanya, saat itu para aktivis termasuk eks PRD seakan berlomba mendirikan relawan, semisal Projo, Seknas Jokowi, Bara JP. Relawan menjadi unsur penting bagi kemenangan Jokowi menduduki tahta sebagai Presiden. Lalu, kinerja Jokowi saat menjadi presiden dianggap bagus terutama janji fokus membangun infrastruktur, membuat para aktivis tersebut masih menyokong dia maju dan menghadapi Prabowo Subianto kembali dalam Pilpres 2019.

Sayangnya,  periode pemerintahannya berakhir, Jokowi belum menggenapi janjinya itu. Kemudian,  dalam periode kekuasaannya kedua, sampai Mbak Sipon istri Wiji Thukul meninggal awal tahun 2023 ini, mantan Ketua Jaker itu belum ditemukan, dan memang tidak ada proses pencarian yang dilakukan negara. Sebenarnya, kami sempat punya asa kembali ketika pemerintah mengumumkan negara mengakui terjadinya 12 kasus pelanggaran ham berat masa lalu dan negara meminta maaf. Walau melalui jalur non-yudisial,  tapi ada harapan diteruskan secara hukum.

Di tengah penantian dan pengharapan yang waktunya tinggal setahun ini untuk menanti janji Jokowi, seakan  disambar petir muncul kasus keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) tentang uji materi batas umur capres dan cawapres. Sebuah uji materi yang berbau manuver politik untuk meloloskan sang putra presiden menjadi cawapres Prabowo Subianto, karena usianya belum memenuhi UU Pemilu tersebut.

Sebuah keputusan penuh kolusi, intervensi,  membuang akal sehat, yang telah melukai hati nurani dan rasa keadilan masyarakat.  Jokowi mengintervensi lembaga yudikatif tersebut, sehingga muncul penamaan MK menjadi kepanjangan “Mahkamah Keluarga”. Publik marah dan geram, apalagi kepada sang anak yang dianggap mencla-mencle, menjadi “kutut loncat” dengan berpindah keanggotaan ke partai Golkar. Gibran dianggap penghianat bagi  PDI Perjuangan.

Dan Minggu (22/10/2023) Prabowo Subianto menobatkan secara resmi Walikota Solo (pengalaman tertingginya duduk dalam pemerintahan) itu menjadi  cawapresnya. Bagi saya, bukan hanya menegak-kan politik dinasti yang menjijikan itu saja, lebih dari itu Jokowi sama saja telah menghentikan langkahnya  sama sekali untuk menuntaskan kasus pelanggaran ham, khususnya penghilangan paksa melalui jalur hukum. Menyerahkan putranya menjadi cawapres dengan demikian Ia telah menjadi presiden pencuci dosa sang penculik.

 

Apa yang dilakukan Jokowi dengan manuver politik ini, telah didahului parade aktivis ’98 termasuk mantan Ketum PRD, Budiman Sujatmiko, masuk dalam barisan pendukung capres pelanggar Ham itu. Sebuah episode sangat kelam bagi citra para aktivis.

 

Saya selaku mantan aktivis yang melawan kediktaktoran orba akan tetap melancarkan perlawanan kepada capres pelanggar Ham yang berpasangan dengan putra Presiden Jokowi. Dengan demikian, saya juga akan melawan Presiden Jokowi dan keluarganya yang telah menerapkan politik dinasti, dan bersekutu dengan capres penculik.

 

 

Jakarta, 23 Oktober 2023

 

Petrus Harinyanto

(Eks Sekjen PRD 1996 - 2001)

[red/jmp]
© Copyright 2022 - JURNALIS MERAH PUTIH