Breaking News

Apakah Pemerintah Masih Berdaya Usut Tuntas, Perihal Dugaan Mafia Tanah Kondotel di Ciloto

JAKARTA (31/01) || jurnalismerahputih.com - Semenjak terjadinya konflik antara pemilik unit kondotel di kawasan ciloto puncak jawa barat dengan pengembang , sejak tahun 2017 silam kini semakin memperburuk investasi tersebut setelah di lakukan pendalaman oleh beberapa pemilik unit diduga ada upaya pengelapan atas tanah bersama dan benda bersama satuan sarusun kondotel tersebut.

Miris, penulisan luas tanah seluas 14.660 m2 dalam Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS), apabila ditelaah faktanya di lapangan tidak sama dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) seluas 42.760 m2, ditambah dengan dugaan penggelapan dan pemalsuan SHMSRS atas tanah bersama dan benda bersama, seperti Ballroom, Restaurant, Fitness Room, dan lain lain yang menjadi fasilitas bersama (fasum) kondotel yang telah di Sertifikat-kan oleh pihak Developer.

Beberapa Investor telah membeli sarusun Kondotel dibilangan Ciloto puncak jawa barat pada Tahun 2016 Dengan cara angsuran ke developer selama 2 Tahun dan sudah Lunas dan Menerima SHMSRS pada tahun 2018. 


Demikian ungkap Joko Hartanto ditemani oleh Pabrisal saat diwawancarai awak media, di bilangan Jakarta Timur, pada Rabu (31/01) malam.

Lebih lanjut,  Pabrisal menjelaskan bahwa ada dugaan percobaan penggelapan atas tanah bersama seluas kurang lebih 28.100 m2, ini dapat dilihat dari perbedaan luasan pada SHMSRS  tertera 14.660 m2 sedangkan pada IMB tertera 42.760 m2 yang mana sesuai dengan UU No 20 Tahun 2011, Pasal 1 Ayat 4 bahwa, Tanah bersama adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin mendirikan bangunan.

Sebelumnya, pihak investor sudah pernah melaporkan dan bersurat ke kantor ATR /BPN Kabupaten Cianjur pada tgl 15 Agustus 2023 mengenai dugaan penggelapan tanah tersebut  namun hingga saat berita ini di terbitkan surat tersebut belum pernah digubris sama sekali oleh Kantor ATR / BPN kabupaten Cianjur.

Atas abainya Kantor ATR / BPN kabupaten Cianjur ini atas surat yang telah di layangkan sejak 15 Agustus 2023 yang tak kunjung dijawab, maka  Investor atau pemilik unit sarusun kondotel telah melaporkan peristiwa dialaminya ke pihak Kementerian ATR/BPN dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada 26 September 2023 silam. 

Sesuai Fakta yang ada bahwa Kementrian ATR / BPN bidang pemetaan dan pengukuran sudah 2 kali bersurat kepada kepala ATR / BPN kabupaten Cianjur surat pertama 29 November 2023 dan surat kedua 15 Januari 2024 agar segera menjawab surat yang telah dilayangkan oleh Investor atau pemilik unit sarusun Kondotel dikawasan Ciloto puncak jawa barat akan tetapi teguran dari kementrian ATR / BPN bidang pemetaan dan pengukuran tetap saja tidak di Response oleh Kepala Kantor ATR/BPN kabupaten cianjur.

Yang jadi pertanyaan, ada apakah gerangan sebenarnya ? Sedemikian kuatkah dugaan mafia tanah atas perkara ini ? Sudah seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mengusut adanya dugaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme atas perijinan dan Penerbitan SHMSRS dikawasan ciloto puncak ini.

" Kami menghimbau kepada para pemilik unit sarusun kondotel untuk bersama sama mempertahankan tanah bersama 42.760 m2 dan atau seluas lebih kurang 4.2 hektar sesuai dengan IMB , PPJB dan UU no 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun pasal 1 ayat 4," lanjutnya menambahkan

Patut diduga, sertifikat yang awalnya sudah di jadikan satu dalam proses perijinan dan pembuatan IMB dipecah kembali oleh pengembang tentunya atas persetujuan Kantor ATR/BPN kabupaten Cianjur dan setelah ditelusuri rupanya sertifikat tersebut diduga dijadikan anggunan pinjaman kepada PT. Hasrat Finance yang pernah dilansir pada media sebelumnya.

Permasalahan dugaan pengelapan tanah bersama ini juga telah dilaporkan kepada Badan Perlindungan Konsumen Nasional ( BPKN ) pada tanggal 18 Oktober 2023, faktanya BPKN telah melayangkan surat panggilan kepada pengembang sebanyak 3 x (tiga kali), akan tetapi ke 3 surat panggilan tersebut belum di Response oleh pengembang .

BPKN memiliki tugas dan peranan sebagai upaya merespon dinamika dan kebutuhan perlindungan konsumen yang berkembang dengan cepat di masyarakat. 

Pembentukan BPKN berdasarkan pada ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang ditindaklanjuti dengan PP No. 57 Tahun 2001.

Kami berharap Kementerian ATR/BPN dan BPKN bisa mengusut tuntas atas dugaan pengelapan tanah bersama ini, ujarnya

"Kami memohon pada Pak Menteri ATR/BPN, Bpk.Marsekal Hadi Tjahyanto akan menindaklanjuti dan menyelesaikan hal ini," pungkas Pabrisal ditemani Joko Hartanto, saat memberikan keterangan singkat diwawancarai.

Diketahui, hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa setempatpun dikenakan somasi oleh pihak pengembang dan dilaporkan ke Kepolisian Polres Cianjur lantaran mengeluarkan surat izin domisili dan sudah seharusnya ini dikonfirmasi secara Fakta ke pihak Desa Palasari puncak jawa barat, apa yang sebenarnya terjadi ? [red/jmp]
© Copyright 2022 - JURNALIS MERAH PUTIH