PALU, SULAWESI TENGAH (10/12) || jurnalismerahputih.com - Peringatan hari HAM sedunia, di Kota Palu Sulawesi Tengah dilangsungkan aksi kolaborasi Sarekat Hijau Indonesia bersama dengan League Of Peoples Struggle (ILPS) Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulteng, Konsorsium Pembaruan Agraria, Serikat Tani Sigi, Serikat Perempuan Indonesia, SPHP, (Serikat Pekerja Hukum Progresif), SERUNI, LBH Sulteng, STS, LBH Morut, LBH Poso, STP Pamona, Solidaritas Tani Nelayan Donggala (STND), Aliansi dari Sarekat Hijau Indonesia (SHI), KPA Sulteng, Dewan Kesenian Rakyat (DKR), dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Sulteng.
Aksi unjuk rasa diawali dengan start dari lantor LBH SULTENG, massa Aksi menuju Kantor DPRD PROVINSI SULTENG dan lanjut berakhir di Kantor KOMNAS HAM RI Perwakilan Sulawesi Tengah.
Pada aksi ini, aktivis menemui Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tengah, guna menuntut tanggung jawab negara melalui Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, untuk secara konsisten menjalankan kebijakan reforma agraria.
Dimana ada hak kelola dan peruntukkan masyarakat didalamnya, selain itu meminta pemerintah bersikap adil dalam memberikan peluang kepemimpinan perempuan dalam pengelolaan lahan dan sumber daya alam di Provinsi Sulawesi Tengah.
Di lokasi, Ibu Rina dari Desa Sibowo Kabupaten Sigi, yang menuturkan, masyarakat diminta bertanggung jawab dalam menjaga hutan dan kawasan Taman Nasional Lore Lindu, tetapi tidak dibantu dalam memperluas akses kehidupan mereka, misalnya memberikan alternatif usaha yang membantu perekonomian keluarga disekitar kawasan Taman Nasional Lore Lindu, selain itu juga, harus ada peta jalan reforma agraria yang disusun secara bersama-sama antara pemerintah Kabupaten Sigi, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan masyarakat yang tinggal dikawasan hutan lindung dan Taman Nasional Lore Lindu, agar masing-masing pihak memahami tanggungjawab, peran masing-masing.
Dalam Orasinya dari masing-masing Organ tampil menyuarakan berbagai pelanggaran HAM di Sulawesi Tengah.
Ketua Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI) Sulawesi Tengah, Agustin dan Ketua Ranting Seruni Desa Sibowi Kecamatan Tanambulawa Kabupaten Sigi yang keberadaannya di daerah yang telah diproteksi dari okupasi Taman Nasional Lore Lindu.
" sejak Orde Baru hingga sekarang, kami mengalami ketidakadilan ekologi sosial dari tanah garapan dan hak Ulayat kami ujar Bu Rina ketua ranting Seruni Desa Sibowi.
Bahkan kami harus berhadapan dengan aparat yang mengatasnamakan keamanan hutan, banyak sudah yang ditangkap dengan dalih masuk kawasan dan merusak ekosistem tegas Bu Rina.
Sementara Advokat Rakyat Agussalim SH mewakili Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP) menyerahkan statement ILPS - FPR kepada utusan DPRD PROVINSI SULTENG dan Perwakilan KOMNAS HAM RI Sulawesi Tengah.
Kemudian, Agus Salim, Advokat Rakyat dan juga Ketua Umum SPHP, menyampaikan kepada pemerintah khususnya di Sulawesi Tengah untuk menghentikan diskriminasi petani di wilayah sekitar Taman Nasional Lore Lindu khususnya di desa Sibowi, Dongi-dongi dan Bou.
Aksi damai ini diharapkan dapat membangun komunikasi politik yang baik antara masyarakat, organisasi pendamping rakyat dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dalam membangun kerja-kerja penguatan ekonomi politik rakyat.
" Rakyat harus bangkit bersatu dan bersama menuntaskan kasus kasus yang terjadi saat ini atas konflik Agraria dan Sumber Daya Alam. Tegas Advokat Rakyat Agussalim SH.
Jangan menunggu institusi negara melalui Rejim berkuasa, bahwa negara adalah milik rakyat, kedaulatan rakyat harus kita buktikan, bukan pada Rejim sindikasi Modal oligarki dan dan Kapitalis Birokrasi (KABIR) yang membajak Reformasi selama ini.
Ditambahkan, Ahmar Wellang aktivis ILPS dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulteng turut menyuarakan melalui orasi singkat." Perkara - perkara yang kami tangani di LBH SULTENG telah menunjukkan bahwa kami harus berhadapan dengan institusi negara, baik dari judikatif, eksekutif," kemukanya menyerukan
Kesemua perkara masuk dalam ranah peradilan rata rata kasus kriminalisasi sistemik konflik agraria dan sumber daya alam dari investor yang dapat ijin Rejim penguasa." Jika hanya bersandar pada peradilan tanpa harus turun aksi dan protes tentunya hanya menjadi komen dari suguhan politik saja," ujarnya
Sementara, kehadiran perwakilan dari Solidaritas Tani Nelayan Donggala (STND) desa Bou juga menyampaikan di desa Bou telah merusak tanaman dan hutan petani dan nelayan dari aktivitas pertambangan Galian C.
" Sudah tidak ada tempat kami mengadu tegas Komite Badan Pekerja Solidaritas Tani Nelayan Donggala (STND)," ujar Bapak Sadirman.
Kepada siapa kami harus menuntut atas kerusakan yang terjadi di desa kami atas kehadiran perusahaan tambang Galian C tersebut. Hak Asasi kami dirampas dalam kehidupan menentukan sumber - sumber agraria kami.
Kemudian, Massa aksi membubarkan diri dengan berjalan kaki kembali menuju Kantor LBH SULTENG. Sepanjang jalan, massa aksi menyuarakan yel yel anti Imperialisme, Kapitalis Birokrasi, Anti Feodal, ganyang Oligarki, rebut kembali Hak Rakyat Indonesia. diiringi alunan musik Perjuangan Rakyat dan lingkungan Hidup, aksi tiba dan membubarkan diri kembali ke desa masing-masing. [red/jmp]
Social Header