PALU, SULAWESI TENGAH (02/12) || jurnalismerahputih.com - Advokat Rakyat Agussalim SH menjawab pertanyaan Usulan agar penempatan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dinilai sebagai langkah mundur dari cita-cita reformasi. Polri di bawah Presiden seperti saat ini dianggap sudah paling pas, bahkan Advokat Rakyat Agussalim SH bahkan ingin berdiri sendiri dalam ruang Trias Politika Ketatanegaraan.
Kata Advokat Rakyat Agussalim SH bahwa usulan tersebut tidak sesuai dengan arah reformasi. Kita jadinya mundur kembali karena basic yang dimintakan itu kelihatannya diskursif dari stigma kasuistis. Kita tidak melihat suatu konsep besar dalam bernegara," tegas Advokat Rakyat Agussalim SH kepada wartawan, Sabtu (30/11/2024).
Advokat Rakyat Agussalim SH menilai bahwa posisi Polri di bawah Presiden seperti saat ini sudah cukup pas, bahkan menjadi lebih kuat dalam kedudukannya yang mana Presiden merupakan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, bagaimana kalau dibawah Mendagri. Itukan pembantu Presiden, menjadi tidak independen dan profesional mewakili Negara dan Pemerintah jika dibawah Kementerian yang semua tahu adalah Pembantu Presiden.
Apabila ini polemik, saya yakin ini nuansanya politis dan ada yang kurang pas dari tujuan Reformasi itu Lanjut Advokat Rakyat Agussalim SH katakan bahwa" Polri di bawah Presiden itu suatu yang sudah cukup bagus. Kalau memang ada kekurangan, dievaluasi. Bukan penempatannya tapi bagaimana tupoksinya, bagaimana kewenangannya, itu harus dievaluasi," jelasnya.
Seperti diketahui, usulan Polri di bawah Kemendagri disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus. " Ini kawan saya sewaktu di Eknas Walhi Nasional Deddy dimana beliau belum Politisi. Saya Heran juga beliau mengeluarkan pendapatnya yang seolah - olah tidak mengetahui benar agenda reformasi 98. Jika ada kondisi kasuistik dan itu dirabag parlemen, maka tugas demokrasinya yang disampaikan sebagai solusi kebutuhan eksistensi Kepolisian, bukan mencontohkan kasuistik untuk menyebut pihaknya mempertimbangkan usulan Polri di bawah Kemendagri supaya tak ada intervensi di ajang pemilu.
Sikap resmi ini terlihat Kawan Dedi saat menyampaikan konferensi pers berada di kantor Partainya, DPP PDIP di menteng bukan di Parlemen sebagai wakil rakyat, ini artinya bias politik semata, dan perlu kajian lagi akta Advokat Rakyat.
Kalau ada inisiatif atau keinginan akan disampaikan selaku politisi dan wakil rakyat, kenapa tidak lakukan uji publik di kampus - kampus, kan Dedi itu aktif lama di Walhi bersama saya, dan punya tradisi untuk inisiatif dan atau usulan secara partisipatif. Bahkan, kata Advokat Rakyat Agussalim SH wacana penggabungan Polri ke dalam TNI pun bertentangan dengan amanat Reformasi 1998.
Advokat Rakyat Agussalim SH mengatakan amanat Reformasi 1998 tertuang dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor VI dan VII Tahun 2000 serta keputusan Presiden RI Ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang memisahkan Polri dan TNI.
Lebih lanjut, Reformasi 1998, kata Agussalim SH yang juga pelaku Reformasi 98 menyatakan bahwa tonggak penting bagi demokrasi Indonesia. Salah satu capaian utama gerakan mahasiswa dan elemen masyarakat sipil kala itu adalah memisahkan peran dan fungsi Polri dari TNI.
“Langkah ini menjadi simbol reformasi sektor keamanan yang mendukung supremasi sipil, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, dan kualitas demokrasi,” ujar Advokat Rakyat Agussalim SH.
Muncul usulan dari berbagai kalangan, termasuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP, agar Polri ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau TNI. Usulan itu disampaikan berkaitan dengan isu netralitas dan juga agar memperkuat keamanan nasional.
Usulan tersebut mendapat tanggapan dari berbagai pihak, yang antara lain menganggap usulan tersebut adalah sebuah kemunduran dalam reformasi Polri dan bertentangan dengan konstitusi.
Advokat Rakyat Agussalim SH mengatakan amanat Reformasi 1998 tertuang dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor VI dan VII Tahun 2000 serta keputusan Presiden RI Ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang memisahkan Polri dan TNI.
Reformasi 1998, kata dia, adalah tonggak penting bagi demokrasi Indonesia. Salah satu capaian utama gerakan mahasiswa dan elemen masyarakat sipil kala itu adalah memisahkan peran dan fungsi Polri dari TNI.
“Langkah ini menjadi simbol reformasi sektor keamanan yang mendukung supremasi sipil, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan penguatan demokrasi,” Pernyataan itu untuk menanggapi anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Deddy Sitorus dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menyampaikan wacana terkait penempatan Polri di bawah TNI ataupun Kemendagri.
Dia mengungkapkan keputusan Gus Dur yang memisahkan Polri dari TNI adalah untuk menjadikan Korps Bhayangkara sebagai institusi sipil yang berfokus pada penegakan hukum dan keamanan dalam negeri, sedangkan TNI diarahkan untuk menjaga kedaulatan negara dari ancaman eksternal.
“ Keputusan itu bukan sekadar kebijakan, melainkan fondasi untuk membangun sistem demokrasi yang lebih sehat,” ucap Rifqi.
Menurut dia, menggabungkan Polri ke dalam TNI akan mengkhianati semangat reformasi dan berpotensi melemahkan demokrasi.
“Langkah itu hanya akan memperbesar risiko penyalahgunaan kekuasaan dan mengaburkan fungsi masing-masing institusi dalam sistem demokrasi kita,” ujarnya.
Karena itu, Rifqi mengajak generasi muda terus mengawal demokrasi “Sebagai generasi penerus, kita tidak boleh membiarkan perjuangan para pendahulu sia-sia. Reformasi bukan akhir, melainkan awal perjalanan menuju demokrasi yang lebih matang,” kata dia, yang menolak setiap upaya ataupun wacana mengenai penggabungan Polri ke dalam TNI.
Hal senada juga disampaikan Advokat Rakyat Agussalim SH juga menolak tegas wacana penggabungan ini. Kata Advokat Rakyat lebih lanjut berharap pemerintah, termasuk Presiden Prabowo Subianto, tetap berpegang pada prinsip-prinsip reformasi.
“ Kalau dari pandangan kebijakan publik, meletakkan Polri di bawah TNI maupun Kemendagri itu tidaklah tepat,” Tegas Advokat Rakyat Agussalim SH.
Bahkan ketika Polri di bawah Kemendagri, tupoksinya akan tumpang tindih dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Polri juga sudah berperan dalam penegakan peraturan daerah bersama-sama dengan Satpol PP.
Sementara itu, ketika Polri di bawah TNI, kata Advokat Rakyat Agussalim SH juga tidak efektif karena kedua institusi itu memiliki tupoksinya masing-masing. TNI sebagai pertahanan, sedangkan Polri mengurusi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (Harkamtibmas).
“Fokus TNI ini lebih pada pertahanan dalam konteks keselamatan negara. Jadi, kalau diletakkan di situ, malah jadi tumpang tindih, malah jadi tidak efektif,” tuturnya.
Lanjut Advokat Rakyat Agussalim SH mengatakan usulan meletakkan Polri di bawah Kemendagri atau TNI itu akan menjadi kemunduran sebab penggabungan TNI dan Polri sudah pernah dilakukan sebelum reformasi dan hasilnya pun tidak baik.
“Saya lihat perdebatan ini sudah lama sekitar 2-3 tahun lalu, juga pernah terjadi perdebatan ini. Ujungnya semua kembali kepada DPR itu sendiri, bukan pada statement Partai dan wakil rakyat sendiri kata Advokat Rakyat Agussalim SH. [red/jmp]
Social Header