SULAWESI TENGAH (07/01) || jurnalismerahputih.com - Perselisihan terkait kepemilikan lahan di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, terus menjadi sorotan.
Warga setempat menuding adanya dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh PT Stardust Estate Investment (SEI), PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), serta Tim Verifikasi Lahan Desa Bunta.
Abdul Hamid, salah satu warga yang menjadi korban, mengungkapkan bahwa lahan seluas 20 hektar miliknya telah digunakan perusahaan tanpa persetujuan resmi dan tanpa ganti rugi.
"Pada 2021, Kepala Desa Bunta membentuk tim verifikasi baru yang mengubah status kepemilikan lahan secara sepihak. Dari yang awalnya saya miliki 2 hektar, tiba-tiba menjadi 0,7 hektar," ujar Abdul Hamid kecewa.
Sementara, Wahono, warga lainnya, juga melaporkan hal serupa. Ia menyatakan bahwa lahan seluas 37 hektar miliknya telah diolah tanpa pemberitahuan.
" Tanaman sawit dan kelapa di lahan saya dirusak akibat penimbunan yang dilakukan perusahaan. Bahkan, sebagian lahan saya dijual kepada pihak lain tanpa sepengetahuan saya," tegas Wahono.
Dugaan Pelanggaran Hukum dan Minimnya Transparansi
Sengketa ini berakar dari proses verifikasi lahan pada tahun 2011 yang dilakukan oleh Tim 9 bentukan Bupati Anwar Hafid. Verifikasi itu telah mengesahkan status kepemilikan warga atas lahan mereka.
Namun, pada tahun 2021, Kepala Desa Bunta membentuk tim verifikasi baru yang diduga mengubah catatan tersebut secara sepihak dan tanpa dasar hukum yang jelas.
“Lahan kami yang sudah diverifikasi secara sah dirampas begitu saja. Tidak ada keputusan hukum yang mencabut verifikasi sebelumnya, tetapi tiba-tiba kepemilikan berubah,” tambah Wahono.
Dalam kasus yang lebih kompleks, terdapat dugaan bahwa lahan seluas 3 hektar dari 37 hektar yang dimiliki oleh Wahono telah dijual oleh Kepala Desa Bunta kepada Ibu Ni Made Sami pada tahun 2019 tanpa sepengetahuan pemilik lahan yang sah, Tui Betkam Mandale.
Setelah melakukan konfirmasi dengan PT SEI, ternyata lahan seluas 3 hektar tersebut kembali diperjualbelikan oleh tim verifikasi desa dan Kepala Desa Bunta ke PT SEI.
Fakta ini semakin memperburuk dugaan tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh pihak desa dan perusahaan.
Mediasi yang dilakukan pada 8 Februari 2022 di Kantor Gubernur Sulawesi Tengah menghadirkan perwakilan PT SEI. Dalam pertemuan tersebut, PT SEI mengakui bahwa lahan warga belum diganti rugi, namun berdalih bahwa lahan tersebut “belum digunakan.” Fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya—lahan kini digunakan untuk pembangunan jalan, pendirian mes, dan aktivitas perusahaan lainnya.
Upaya Hukum dan Advokasi Warga
Merasa hak mereka terabaikan, warga Desa Bunta menggandeng Bapak Agussalim, SH, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulawesi Tengah. (SPHP) Serikat Pekerja Hukum Progresif yang juga, Anggota Confederation of Lawyer Asia Pacific (COLAP) untuk memperjuangkan keadilan. Selaku kuasa hukum, telah mendaftarkan gugatan wanprestasi ke Pengadilan Negeri Poso dengan Nomor Perkara 55/Pdt.G/2024/PN.Pso.
“Kasus ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga pelanggaran prinsip-prinsip HAM. Hak warga atas tanah mereka dilanggar demi kepentingan korporasi. Kami akan terus mendampingi warga untuk mendapatkan hak-haknya,” demikian kata Agus Salim.
Selain itu, warga juga telah melaporkan kasus ini ke Komnas HAM agar mendapatkan perhatian lebih luas.
Sampai saat berita ini dipublikasikan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT SEI, PT GNI, Pemerintah Desa Bunta, maupun Polres Morowali Utara. terkait laporan dan tuntutan diajukan warga Desa Bunta
[red/jmp]
Social Header